Larisnya film di bioskop juga ditentukan faktor promosi dan lokasi.
Muvila.com – Bertambahnya jumlah film Indonesia yang rilis di bioskop tidak diikuti dengan bertambahnya jumlah tiket yang terjual. Penurunan ini bisa dilihat dari semakin jarangnya film Indonesia yang menjual di atas satu juta tiket (tahun 2014 hanya dicapai oleh Comic 8 dan The Raid 2: Berandal). Sering dikeluhkan bahwa ini akibat masyarakat yang cenderung memilih film asing sebagai prioritas untuk ditonton di bioskop daripada film Indonesia. Namun, benarkah itu sebabnya?
Catherine Keng, Corporate Secretary dari jaringan bioskop Cinema 21, berpendapat bahwa kecenderungan saat ini memang demikian adanya. Menurut pengamatannya, kecenderungan itu terjadi karena film asing sejauh ini lebih gencar dalam meyakinkan calon penontonnya untuk menonton film bersangkutan di bioskop. "Tidak semua orang punya waktu untuk nonton setiap hari. Dari sekian banyak film pasti dia akan pilih film yang menurutnya memiliki jaminan bahwa dia akan suka. Mungkin sekarang film Indonesia harus lebih mampu meyakinkan penonton bahwa filmnya akan disukai," ungkap Catherine kepada Muvila pekan lalu.
Secara terpisah, hal serupa juga disampaikan oleh Rivki Morais Umagapi, selaku Movie Programmer dari jaringan bioskop Blitz Megaplex, saat ditemui Muvila beberapa hari lalu. Ia melihat bahwa kecenderungan tersebut umumnya bermuara dari persoalan promosi dan membangun awareness.
"Sebenarnya tidak bisa dibilang bahwa film asing pasti lebih laku daripada film Indonesia. Poinnya ada pada konten dan strategi pemasaran. Kebetulan, film-film impor, terutama yang blockbuster, punya strategi pemasaran yang sudah sangat luas di masyarakat," ungkap Rivki.
Rivki mencontohkan film The Avengers, yang sudah dikenal jauh sebelum filmnya rilis, baik lewat komik ataupun film-film superhero Marvel yang mendahuluinya. Demikian pula Habibie & Ainun yang konten dan tokohnya sudah dikenal luas masyarakat. "Orang mau nonton film biasanya karena dia tahu filmnya ada. Kalau tidak tahu, bagaimana orang mau menonton? Dan, biasanya dari promosi dan packaging itulah orang bisa menilai filmnya menarik atau tidak," lanjut Rivki.
Akan tetapi, promosi bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan kelarisan. Menurut pengamatan Catherine Keng, kualitas filmnya sendiri juga cukup menentukan. Sebab, dengan konten yang terbukti memuaskan penontonnya, itu bakal jadi berita ke calon penonton yang lain. Dengan ini pula, sebuah film bisa menarik lebih banyak penonton dan bertahan lebih lama di bioskop.
"Film mau bagaimana pun kita promosinya sebesar apa pun, tapi yang paling penting adalah word of mouth. Orang setelah nonton, keluar bioskop, dia akan ingat dan dia coba sampaikan temannya, atau dia sampaikan di media sosial. Kalau setelah nonton kecewa, dia tidak akan follow up apa pun. Word of mouth is very important," ungkap Catherine.
FAKTOR WAKTU DAN LOKASI
Di luar persoalan film asing dan film Indonesia, momen pemutaran disebut-sebut cukup memengaruhi larisnya sebuah film di bioskop. Salah satu paling terlihat jelas adalah periode liburan yang dianggap sebagai momen paling menguntungkan. Hal ini juga tidak disangkal oleh pihak bioskop. Masa liburan—misalnya Lebaran atau akhir tahun—memang terbukti mendatangkan lebih banyak penononton. "Di negara manapun, saat liburan bioskop pasti lebih laku. Karena di hari libur orang punya lebih banyak waktu. Misalnya, orang yang tidak biasa nonton di bioskop, niatnya cuma belanja di mal, tetapi melihat ada bioskop jadi tertarik untuk menonton. Atau, ketika saat libur, baru timbul keinginan untuk ke bioskop dan mencari film apa saja yang menarik saat itu,"ujar Rivki.
Namun, diakui pula, periode liburan bukan berarti jaminan sebuah film akan laris. Menurut Catherine Keng, beberapa kasus menunjukkan bahwa periode di luar masa liburan juga sanggup memunculkan film-film yang laris. Bahkan beberapa di antaranya lebih laris daripada yang rilis di masa liburan. "Ada masa-masa yang produser Indonesia bilang masa-masa sepi, seperti Januari atau Februari. Tetapi, kita lihat tahun lalu, Comic 8 rilis di Januari, laku banget. The Raid 2 tayang Maret, juga laku banget," ungkapnya.
Catherine mengutarakan bahwa masih sulit untuk mengukur faktor-faktor yang membuat sebuah film jadi laris di bioskop. Ia juga menekankan bahwa faktor lokasi juga turut berpengaruh. Sebab, laku atau tidaknya sebuah film juga tergantung pada minat dan selera masyarakat di sekitar film itu diputar. "Ada film yang lebih laris di wilayah ini, tetapi di wilayah lain kurang. Jadi, sangat kompleks untuk menentukan film itu berhasil atau tidak," tambah Catherine.
source : muvila.com